Puncak Abad Pertengahan
Puncak Abad Pertengahan bermula sesudah tahun 1000 Masehi, yaitu ditandai dengan populasi Eropa yang meningkat pesat berkat munculnya inovasi-inovasi di bidang teknologi dan pertanian, yang memungkinkan berkembangnya perniagaan. Lonjakan populasi Eropa juga disebabkan oleh perubahan iklim selama periode Suhu Hangat Abad Pertengahan yang memungkinkan peningkatan hasil panen.
Ilustrasi naskah Prancis dari Abad Pertengahan yang menampilkan ketiga golongan masyarakat Abad Pertengahan: golongan yang berdoa (rohaniwan), golongan yang bertarung (kesatria), dan golongan yang bekerja (petani). Hubungan di antara ketiga golongan ini diatur menurut tatanan feodalisme dan manorialisme (Li Livres dou Sante, abad ke-13).
Ada dua tatanan kemasyarakatan yang diterapkan pada Puncak Abad Pertengahan, yakni manorialisme dan feodalisme. Manorialisme adalah penertiban rakyat jelata menjadi pemukim di desa-desa, dengan kewajiban membayar sewa lahan dan bekerja bakti bagi kaum ningrat; sementara feodalisme adalah struktur politik yang mewajibkan para kesatria dan kaum ningrat kelas bawah untuk maju berperang membela junjungan mereka sebagai ganti anugerah hak sewa atas lahan dan tanah perdikan (bahasa Inggris: manor).
Perang Salib yang mula-mula diserukan pada 1095 adalah upaya militer umat Kristen Eropa Barat untuk merebut kembali kekuasaan atas Tanah Suci dari umat Islam. Raja-raja menjadi kepala dari negara-negara bangsa yang tersentralisasi. Sistem kepemimpinan semacam ini mengurangi angka kejahatan dan kekerasan, tetapi membuat cita-cita untuk menciptakan suatu Dunia Kristen yang bersatu semakin sukar diwujudkan.
Kehidupan intelektual ditandai oleh skolastisisme, filsafat yang mengutamakan keselarasan antara iman dan akal budi, dan ditandai pula oleh pendirian universitas-universitas. Teologi Thomas Aquinas, lukisan-lukisan Giotto, puisi-puisi Dante dan Chaucer, perjalanan-perjalanan Marco Polo, dan katedral-katedral berlanggam Gothik semisal Katedral Chartres, adalah segelintir dari capaian-capaian menakjubkan pada penghujung kurun waktu Puncak Abad Pertengahan dan permulaan kurun waktu Akhir Abad Pertengahan.
Keruntuhan Romawi Timur
Meskipun kaisar-kaisar dari wangsa Palaiologos berhasil menguasai kembali Konstantinopel dari bangsa Eropa Barat pada 1261, mereka tidak pernah sanggup merebut kembali kendali atas sebagian besar wilayah yang pernah dikuasai oleh Kekaisaran Romawi Timur. Mereka hanya menguasai sebagian kecil dari Jazirah Balkan yang dekat dengan Konstantinopel, kota Konstaninopel itu sendiri, serta sejumlah daerah di kawasan pesisir Laut Hitam dan di kawasan sekitar Laut Aegea. Bekas daerah-daerah kekuasaan Romawi Timur di Jazirah Balkan terbagi-bagi menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Serbia yang baru, Kekaisaran Bulgaria Kedua, dan negara kota Venesia. Kedaulatan kaisar-kaisar Romawi Timur menghadapi ancaman dari suku Turki yang lain, yakni kaum Utsmaniyah yang telah berhasil menguasai Anatolia pada abad ke-13 dan terus-menerus meluaskan wilayah kedaulatannya pada abad ke-14. Kaum Utsmaniyah meluaskan wilayah kedaulatannya ke Eropa, menundukkan Bulgari menjadi salah satu negara bawahannya pada 1366, dan mengambil alih pemerintahan Serbia setelah mengalahkan Kerajaan Serbia dalam Pertempuran Kosovo pada 1389. Bangsa Eropa Barat bersatu demi membela umat Kristen yang tertindas di Jazirah Balkan dan memaklumkan sebuah Perang Salib baru pada 1396; bala tentara dalam jumlah besar dikerahkan ke Jazirah Balkan, tetapi dikalahkan dalam Pertempuran Nikopolis.[293] Konstantinopel akhirnya direbut oleh kaum Utsmaniyah pada 1453.[294]
Kekalahan Besarnya Diabadikan dalam Puisi
Dalam proses penaklukan Spanyol, Charlemagne mengalami kekalahan militer yang besar. Kala itu, pasukannya memasuki semenanjung Iberia pada tahun 778 M.
Ia dijanjikan oleh aliansinya yakni Sulaiman Ibn al-Arabi dari Barcelona. Disebutkan kala itu ia menyebarkan agama Kristen ke wilayah Muslim dan mengalami kemajuan pesat ke selatan menuju Zaragoza.
Namun sesampainya di sana, Gubernur Hussain Ibn al-Ansar melawan kaum Frank. Perlawanan itu selesai dengan negosiasi termasuk menawarkan emas sebagai imbalan.
Charlemagne menerima hal tersebut namun menghancurkan tembok pertahanan Pamplona agar tidak dapat digunakan sebagai markas untuk menyerang anak buahnya. Saat bergerak melalui Celah Roncevaux ia disergap oleh kaum Basque (etnik Spanyol).
Mereka dikatakan marah karena runtuhnya Pamplona dan perlakuan buruk tentara Charlemagne. Karena tak terbiasa berperang di hutan dengan pemandangan pegunungan, pasukan Charlemagne kewalahan dan kehilangan banyak orang termasuk prefek Breton bernama Roland.
Kehilangan Roland diabadikan dan dimitologikan dalam puisi epik di abad pertengahan berjudul The Song of Roland. Puisi ini dinilai sebagai contoh sastra Prancis tertua yang masih ada.
Peperangan terkenal Charlemagne lainnya terjadi pada tahun 782 M. Setelah tiga dekade melawan Saxon (suku Jermanik di dataran Jerman Utara) ia disebut memerintahkan untuk mengeksekusi sekitar 4.500 orang Saxon.
Selama pemerintahannya juga disebutkan bila setiap anggota suku Jermanik yang tidak memeluk agama Kristen akan dihukum mati. Pembantaian ini mendapat perhatian dalam sejarah pada abad ke-20.
Saat itu, Nazi membangun sebuah monumen batu pada tahun 1935 sebagai peringatan Sachsenheim. Pada waktu itu pula Charlemagne digambarkan sebagai musuh budaya tradisional Jerman dan contoh kejahatan Gereja Katolik.
Sekitar 4.500 monumen dibangun di lokasi yang diyakini tempat orang Saxon dibunuh. Tetapi hal ini berlangsung singkat lantaran pada tahun 1942, Nazi merayakan 1200 tahun kelahirannya sebagai simbol superioritas Jerman.
Satuan sukarelawan Perancis yang bertugas di Schutzstaffel (SS) Jerman selama Perang Dunia II juga diberi nama Resimen Charlemagne.
Terminologi dan periodisasi
Abad Pertengahan adalah salah satu dari tiga kurun waktu utama dalam skema terlama yang digunakan dalam kajian Sejarah Eropa, yakni Zaman Klasik atau Abad Kuno, Abad Pertengahan, dan Zaman Modern.[1]
Para pujangga Abad Pertengahan membagi sejarah menjadi beberapa kurun waktu, misalnya "Enam Zaman" atau "Empat Kekaisaran", dan menganggap zaman hidup mereka sebagai zaman akhir menjelang kiamat.[2] Bilamana mengulas zaman hidup mereka, maka zaman itu akan mereka sebut sebagai "zaman modern".[3] Pada dasawarsa 1330-an, humanis sekaligus penyair Italia, Petrarka, menyebut kurun waktu pra-Kristen sebagai zaman antiqua (kuno) dan kurun waktu Kristen sebagai sebagai zaman nova (baru).[4] Leonardo Bruni adalah sejarawan pertama yang menggunakan pembabakan tripartitus (pembabakan tiga penggal) dalam karya tulisnya, Sejarah Orang Firenze (1442).[5] Leonardo Bruni dan para sejarawan sesudahnya berpendapat bahwa Italia telah banyak berubah semenjak masa hidup Petrarka, dan oleh karena itu menambahkan kurun waktu ketiga pada dua kurun waktu yang telah ditetapkan oleh Petrarka. Istilah "Abad Pertengahan" pertama kali muncul dalam bahasa Latin pada 1469 sebagai media tempestas (masa pertengahan).[6] Mula-mula ada banyak variasi dalam pemakaian istilah ini, antara lain, medium aevum (abad pertengahan) yang pertama kali tercatat pada 1604,[7] dan media saecula (zaman pertengahan) yang pertama kali tercatat pada 1625.[8] Istilah "Abad Pertengahan" adalah terjemahan dari frasa medium aevum.[9] pembabakan tripartitus menjadi pembabakan standar setelah sejarawan Jerman abad ke-17, Christoph Keller, membagi sejarah menjadi tiga kurun waktu: Kuno, Pertengahan, dan Modern.[8]
Tarikh yang paling umum digunakan sebagai tarikh permulaan Abad Pertengahan adalah tarikh 476 M,[10] yang pertama kali digunakan oleh Leonardo Bruni.[5][A] Bagi Eropa secara keseluruhan, tarikh 1500 M sering kali dijadikan tarikh penutup Abad Pertengahan,[12] akan tetapi tidak ada kesepakatan sejagat mengenai tarikh penutup Abad Pertengahan. Tergantung pada konteksnya, tarikh peristiwa-peristiwa penting seperti tarikh pelayaran perdana Kristoforus Kolumbus ke Benua Amerika (1492), tarikh penaklukan Konstantinopel oleh orang Turki (1453), atau tarikh Reformasi Protestan (1517), kadang-kadang pula digunakan.[13] Para sejarawan Inggris sering kali menggunakan tarikh Pertempuran Bosworth (1485) sebagai tarikh penutup Abad Pertengahan.[14] Tarikh-tarikh yang umum digunakan di Spanyol adalah tarikh kemangkatan Raja Fernando II (1516), tarikh kemangkatan Ratu Isabel I (1504), atau tarikh penaklukan Granada (1492).[15] Para sejarawan dari negara-negara penutur rumpun bahasa Romawi cenderung membagi Abad Pertengahan menjadi dua kurun waktu, yakni kurun waktu "Tinggi" sebagai kurun waktu yang "terdahulu", dan kurun waktu "Rendah" sebagai kurun waktu yang "terkemudian". Para sejarawan penutur bahasa Inggris, mengikuti jejak rekan-rekan mereka di Jerman, umumnya membagi Abad Pertengahan menjadi tiga kurun waktu, yakni kurun waktu "Awal", kurun waktu "Puncak", dan kurun waktu "Akhir".[1] Pada abad ke-19, seluruh Abad Pertengahan kerap dijuluki "Abad Kegelapan",[16][B] tetapi semenjak Abad Pertengahan dibagi menjadi tiga kurun waktu, pemakaian istilah ini pun dibatasi untuk kurun waktu Awal Abad Pertengahan saja, setidaknya di kalangan sejarawan.[2]
Kehancuran kerajaan Charlemagne
Charlemagne meninggal dunia pada tahun 814, sejak saat itu kerajaannya tidak bertahan lama. Seluruh kekuatan pemerintahannya mulai memudar.
Tradisi kaum Franka adalah membagi kekuasaan secara merata di antara ahli waris laki-laki. Namun, putra sah Charlemagne yang masih hidup kala itu adalah Louis the Pious.
Ketika ia meninggal pada tahun 840 M, kekaisaran dibagi kepada tiga putra Louis dan kerajaan terus terpecah hingga keturunannya yakni Charles III pada tahun 887 M. Pada saat itu, sebagian besar kekuasaan Charlemagne mulai hilang.
Hingga disebut setelah satu abad setelah kematian Charlemagne, kerajaannya sudah musnah dan tidak ada lagi.
Retaknya Kekaisaran Karoling
Karel Agung berniat meneruskan adat waris Franka dengan membagi wilayah kerajaannya kepada seluruh ahli warisnya, akan tetapi niatnya itu tidak terkabul karena hanya tinggal Ludwig Saleh (memerintah 814–840) yang masih hidup pada 813. Sebelum mangkat pada 814, Karel Agung menobatkan Ludwig menjadi penggantinya. Masa pemerintahan Ludwig sepanjang 26 tahun ditandai beberapa kali pembagi-bagian wilayah Kekaisaran Karoling di antara putra-putranya dan, setelah 829, pecah beberapa kali perang saudara memperebutkan kekuasaan atas berbagai bagian wilayah Kekaisaran Karoling. Selama berlangsungnya perang-perang saudara ini, Ludwig bersekutu dengan salah seorang putranya untuk melawan putranya yang lain. Ludwig akhirnya mengakui putra sulungnya yang bernama Lothar I (wafat 855) sebagai kaisar dan menyerahkan wilayah Italia kepadanya. Ludwig membagi wilayah kekaisaran selebihnya kepada Lothar dan Karel Gundul (wafat 877), putra bungsunya. Lothar menguasai Negeri Franka Timur yang terletak di kedua tepi Sungai Rhein dan membentang sampai ke sebelah timur, sementara Karel menguasai Negeri Franka Barat beserta wilayah kekaisaran di sebelah barat daerah Rheinland dan Pegunungan Alpen. Ludwig Jerman (wafat 876), anak tengah Karel yang tak kunjung jera memberontak, diizinkan menguasai daerah Bayern di bawah suzerenitas abangnya. Pembagian wilayah ini malah menimbulkan pertikaian. Cucu kaisar yang bernama Pipin II dari Aquitania (wafat sesudah 864), bangkit memberontak hendak mengusai Aquitania, sementara Ludwig Jerman berusaha menguasai seluruh Negeri Franka Timur. Ludwig Saleh mangkat pada 840, meninggalkan Kekaisaran Karoling dalam keadaan kacau balau.[109]
Perang saudara selama tiga tahun pun berkecamuk setelah Ludwig Saleh mangkat. Dengan Perjanjian Verdun (843), diciptakan sebuah kerajaan baru bagi Lothar yang terletak di antara Sungai Rhein dan Sungai Rhone sebagai tambahan bagi wilayah Italia yang dikuasainya. Selain itu, Lothar juga diakui sebagai Kaisar. Ludwig Jerman menguasai Bayern dan daerah-daerah di kawasan timur Negeri Franka yang sekarang termasuk dalam wilayah negara Jerman. Karel Gundul mendapatkan daerah-daerah di kawasan barat Negeri Franka yang meliputi hampir seluruh wilayah negara Prancis sekarang ini.[109] Cucu-cucu dan cicit-cicit Karel Agung membagi-bagi lagi wilayah kerajaan-kerajaan mereka kepada anak cucu mereka, sehingga keutuhan wilayah Kekaisaran Karoling pada akhirnya sirna.[110][M] Pada 987, wangsa Karoling tersingkir dari tampuk kekuasaan di Negeri Franka Barat, manakala Hugo Capet (memerintah 987–996) dinobatkan menjadi raja.[N][O] Di Negeri Franka Timur, wangsa Karoling telah punah manakala Raja Ludwig Bocah mangkat pada 911,[113] dan Konrad I (memerintah 911–918), yang tidak memiliki pertalian apa-apa dengan wangsa Karoling, terpilih menjadi raja.[114]
Perpecahan Kekaisaran Karoling terjadi bersamaan dengan invasi, migrasi, dan penyerangan oleh seteru dari luar. Kawasan pantai Samudra Atlantik dan pesisir utara dirongrong oleh orang Viking, yang juga menyerbu serta mendiami Kepulauan Britania dan Islandia. Pada 911, Kepala Suku Viking yang bernama Rollo (wafat sekitar 931) mendapatkan izin dari Raja Orang Franka, Karel Polos (memerintah 898–922) untuk bermukim di daerah yang kini bernama Normandie di negara Prancis.[115][P] Kawasan timur Negeri Franka, khususnya Jerman dan Italia, terus-menerus dirongrong oleh orang Magyar yang baru dapat dikalahkan dalam Pertempuran Lechfeld pada 955.[117] Perpecahan Khilafah Bani Abbas mengakibatkan Dunia Islam terpecah-belah menjadi banyak negara kecil, beberapa di antaranya mulai berusaha meluaskan wilayah kedaulatan sampai ke Italia, Sisilia, dan melewati Pegunungan Pirenia sampai ke kawasan selatan Negeri Franka.[118]
Keluarga Charlemagne
Ayah Charlemagne, Pepin III atau yang biasa disebut dengan Pepin The Short tidak terlahir sebagai seorang raja. Ia adalah wali kota istana atau mengurusi administrator istana.
Setelah kampanye untuk memperebutkan kursi penguasa, Pepin berhasil menjadi raja pada tahun 751 M. Tiga tahun kemudian, ia diurapi secara resmi oleh paus dengan minyak suci sehingga menunjukkan bila status mereka istimewa.
Diketahui Pepin III menjabat sampai tahun 768 M dan dilanjutkan oleh kedua putranya yakni Carloman dan Charles yang kemudian menjadi Charlemagne. Setelah ia meninggal, kedua putranya berbagi kekuasaan dan bertindak sebagai raja bersama tetapi tidak berjalan mulus.
Pada tahun 769 M, Carloman seperti melemahkan otoritas Charlemagne dan menolak untuk membantu saudaranya menekan pemberontakan di Aquitaine (wilayah Prancis). Selanjutnya dua tahun kemudian Carloman meninggal dunia secara mendadak dan disebut misterius.
Laporan paling umum menjelaskan bila Carloman meninggal dunia karena mimisan hingga penyakit lambung. Meski begitu, setelah kematian Carloman, Charlemagne memusatkan seluruh tanah dan kekuasaannya menjadi satu dan memerintah kaum Franka.
Kaum Franka kini dikenal sebagai suku Jermanik yang menetap di Belgia, Prancis, Luksemburg, Belanda, dan Jerman Barat.
Sebagai raja, ia dikenal sebagai seseorang yang ambisius dan rela berdarah untuk memperluas wilayahnya. Setelah kematiannya kerajaan Charlemagne mencakup wilayah yang kini dikenal sebagai Eropa Barat dan sebagian Eropa Tengah.
Diketahui sejak Kekaisaran Romawi, Eropa tidak pernah dikuasai oleh satu penguasa. Namun, karena penyatuan yang dilakukan Charlemagne, ia kerap disebut sebagai Bapak Eropa.
Selama berabad-abad, nama Charlemagne dikaitkan dengan penyatuan Eropa baik melalui inisiatif damai seperti Uni Eropa ataupun perang. Bahkan Napoleon Bonaparte yang bermimpi memiliki kerajaan sempat menyebut nama Charlemagne pada tahun 1806.
Arsitektur, seni rupa, dan seni musik
Pada abad ke-10, pembangunan gedung-gedung gereja dan biara mendorong munculnya arsitektur bangunan batu yang merupakan hasil pengembangan lebih lanjut terhadap bentuk-bentuk bangunan batu ala Romawi, sehingga dinamakan langgam arsitektur "Romanik". Jika kebetulan ada, gedung-gedung bata dan batu peninggalan Romawi dibongkar agar material bangunannya dapat digunakan kembali dalam pembangunan gedung-gedung baru. Bermula dari tahap coba-coba permulaan yang dikenal dengan sebutan Romanik Perdana, langgam arsitektur berkembang dan menyebar ke seluruh Eropa dalam bentuk yang seragam. Tepat sebelum tahun 1000, terjadi gelombang besar pembangunan gedung-gedung gereja batu di seluruh Eropa.[239] Gedung-gedung berlanggam Romanik memiliki dinding yang tersusun dari batu-batu berukuran raksasa, lubang-lubang pintu dan jendela dengan ambang yang melengkung membentuk setengah lingkaran, tingkap-tingkap berukuran kecil, dan (khususnya di Prancis) lengkungan langit-langit dari susunan batu.[240] Pintu-pintu masuk berukuran besar berbingkai pahatan relief tinggi yang diwarnai menjadi salah satu tampilan utama pada muka bangunan (façade), teristimewa di Prancis. Ganja-ganja tiangnya sering kali dihiasi ukiran monster-monster dan satwa-satwa khayali.[241] Menurut sejarawan seni rupa, C. R. Dodwell, "nyaris semua gedung gereja di Dunia Barat dihiasi dengan lukisan-lukisan dinding", hanya sedikit di antaranya yang masih ada sampai sekarang.[242] Bersamaan dengan perkembangan di bidang arsitektur gedung gereja, bentuk bangunan puri yang khas Eropa juga dikembangkan, dan menjadi sangat penting artinya bagi percaturan politik dan peperangan.[243]
Seni rupa langgam Romanik, khususnya di bidang kriya logam, mencapai tahap kecanggihan tertingginya dalam seni rupa langgam Maas, yang memunculkan seniman-seniman dengan ciri khas tersendiri, antara lain Nikolaus dari Verdun (wafat 1205), dan menghasilkan karya-karya seni yang nyaris tampak berlanggam klasik seperti bejana baptis di Liège,[244] jauh berbeda dari sosok-sosok hewan menggeliat pada Kandil Gloucester yang juga dibuat pada kurun waktu yang sama. Alkitab dan buku Mazmur beriluminasi berukuran besar adalah naskah-naskah mewah yang lazim dibuat kala itu, dan lukisan dinding menyemarakkan gedung-gedung gereja, sering kali mengikuti kaidah yang menempatkan lukisan bertema Penghakiman Akhir pada dinding barat, Maiestas Domini pada dinding timur, dan penggambaran kisah-kisah Alkitab di sepanjang dinding pada kedua sisi panti umat, atau pada lengkungan langit-langit memanjang seperti di Saint-Savin-sur-Gartempe, yang merupakan contoh terindah dari lukisan pada lengkungan langit-langit bangunan yang masih lestari hingga sekarang.[245]
Semenjak permulaan abad ke-12, tukang-tukang bangunan Prancis mengembangkan langgam Gothik, yang bercirikan pemakaian lengkungan langit-langit berusuk, pelengkung yang mengerucut, penopang-penopang layang, dan jendela-jendela kaca patri berukuran besar. Langgam ini lebih banyak digunakan dalam pembangunan gedung-gedung gereja dan gereja katedral, serta terus-menerus digunakan sampai dengan abad ke-16 di banyak tempat di Eropa. Contoh-contoh klasik dari arsitektur berlanggam Gothik antara lain adalah gedung gereja katedral Chartres dan gedung gereja katedral Reims di Prancis, serta gedung gereja katedral Salisbury di Inggris.[246] Kaca patri menjadi unsur penting dalam rancang bangun gedung gereja, yang masih terus menggunakan lukisan-lukisan dinding, tetapi dewasa ini hampir semuanya sudah musnah.[247]
Pada kurun waktu ini, kegiatan pembuatan naskah beriluminasi beralih dari biara-biara ke sanggar-sanggar milik umat awam, sampai-sampai menurut Janetta Benton "pada tahun 1300, kebanyakan rahib membeli buku di toko-toko".[248] Pada kurun waktu ini pula buku ibadat harian dikembangkan menjadi buku panduan beribadat bagi umat awam. Kriya logam masih tetap menjadi wujud karya seni yang paling bergengsi, dan email Limoges menjadi bahan dengan harga yang relatif terjangkau dan banyak sekali dipakai dalam pembuatan benda-benda seperti relikuarium dan salib..[249] Di Italia, inovasi-inovasi Cimabue dan Duccio di Buoninsegna, dan kemudian hari juga inovasi-inovasi dari maestro era Trecento, Giotto di Bondone (wafat 1337), kian mempercanggih dan mengentaskan lukisan panel dan fresko.[250] Meningkatnya kemakmuran pada abad ke-12 mendorong peningkatan produksi karya-karya seni rupa sekuler; banyak barang ukiran gading seperti peranti permainan (buah catur, dadu, dan sebagainya), sisir-sisir, dan patung-patung keagamaan berukuran kecil masih terlestarikan sampai sekarang.[251]
Reformasi biara menjadi isu penting pada abad ke-11, manakala para penguasa mulai khawatir kalau-kalau para rahib tidak mengamalkan aturan-aturan yang mewajibkan mereka untuk semata-mata menekuni kehidupan zuhud. Biara Cluny yang dibangun di daerah Mâcon, Prancis, pada tahun 909, adalah pelopor gerakan Reformasi Cluny, yakni gerakan reformasi biara berskala besar yang muncul sebagai tanggapan terhadap kekhawatiran kalangan penguasa.[253] Biara Cluny dengan segera tersohor sebagai biara yang sangat bersahaja dan sangat ketat dalam menjalankan tata tertib. Biara ini berusaha menjaga mutu kehidupan rohani yang tinggi dengan berlindung kepada lembaga kepausan, dan dengan memilih sendiri kepala biaranya tanpa campur tangan umat awam, sehingga dapat terus mandiri secara ekonomi maupun politik, terhindar dari campur tangan tuan-tuan besar setempat.[254]
Reformasi biara mengilhami usaha-usaha pembaharuan Gereja di luar lingkungan biara. Cita-cita luhur yang melandasi gerakan reformasi biara dibawa ke tataran lembaga kepausan oleh Paus Leo IX (menjabat 1049–1054), dan menjadi sumber ideologi kemandirian kaum rohaniwan yang berujung pada Kontroversi Investitur pada akhir abad ke-11. Kontroversi ini melibatkan Paus Gregorius VII (menjabat 1073–1085) dan Kaisar Heinrich IV, yang mula-mula mempersengketakan kewenangan mengangkat uskup. Sengketa ini berubah menjadi pertarungan gagasan terkait investitur (pengangkatan), pernikahan kaum rohaniwan, dan simoni. Kaisar menganggap urusan melindungi Gereja sudah menjadi tanggung jawabnya, dan hendak mempertahankan haknya untuk memilih sendiri uskup-uskup yang menjabat di dalam wilayah kedaulatannya, sementara lembaga kepausan dengan gigih memperjuangkan kebebasan Gereja dari campur tangan penguasa sekuler. Isu-isu ini tidak kunjung tuntas meskipun telah dicapai kompromi pada tahun 1122 yang dikenal dengan sebutan Konkordat Worms. Sengketa ini merupakan salah satu tahap penting dalam pembentukan monarki kepausan yang terpisah sekaligus setara dengan pemerintahan-pemerintahan awam. Sengketa ini juga meninggalkan dampak permanen, yakni kian kukuhnya kekuasaan para kepala swapraja Jerman sehingga merugikan kaisar-kaisar Jerman.[253]
Puncak Abad Pertengahan adalah kurun waktu terjadinya gerakan-gerakan agamawi berskala besar. Selain ikut serta dalam Perang Salib dan gerakan reformasi biara, orang juga berusaha mencari bentuk-bentuk amalan zuhud yang baru. Tarekat-tarekat baru didirikan, antara lain tarekat Sistersien dan tarekat Kartusian. Tarekat Sistersien menyebar dengan pesat pada tahun-tahun permulaan keberadaannya di bawah bimbingan Bernardus dari Clairvaux (wafat 1153). Tarekat-tarekat baru ini didirikan untuk menanggapi pandangan umat awam yang merasa cara hidup zuhud ala Benediktin tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan umat awam. Sebagaimana orang-orang yang hendak menjalani hidup zuhud, umat awam juga ingin kembali pada cara hidup zuhud eremitis (cara hidup pertapa) yang diamalkan dalam Gereja Perdana, atau mengamalkan cara hidup para rasul.[211] Kegiatan ziarah juga digairahkan. Tempat-tempat ziarah lama seperti Roma, Yerusalem, dan Compostela mengalami lonjakan peziarah, dan tempat-tempat ziarah baru seperti Monte Gargano dan Bari kian dikenal orang.[255]
Pada abad ke-13, tarekat-tarekat fakir—Fransiskan dan Dominikan—yang mengikrarkan kaul kemiskinan dan menafkahi diri mereka dengan cara mengemis, mendapatkan persetujuan dari lembaga kepausan.[256] Kelompok-kelompok keagamaan seperti kaum Waldenses dan kaum Humiliati juga berusaha mengamalkan kembali cara hidup umat Kristen perdana pada pertengahan abad ke-12 dan permulaan abad ke-13, tetapi dikecam sebagai gerakan bidat oleh lembaga kepausan. Kelompok-kelompok keagamaan lainnya bergabung dengan kaum Katari, gerakan bidah lain yang juga dikecam oleh lembaga kepausan. Pada 1209, sebuah Perang Salib dimaklumkan terhadap kaum Katari, yakni Perang Salib Albigensian. Perang Salib ini digabungkan dengan inkuisisi Abad Pertengahan, dan berhasil memberantas kaum Katari.[257]
Puncak Abad Pertengahan
Seni rupa dan arsitektur pada Akhir Abad Pertengahan
Seluruh kurun waktu Akhir Abad Pertengahan di Eropa bertepatan dengan kurun waktu perkembangan kebudayaan Trecento dan kebudayaan Awal Abad Pembaharuan di Italia. Kawasan utara Eropa dan Spanyol masih terus menggunakan langgam seni rupa Gothik yang semakin halus dan rumit pada abad ke-15 sampai menjelang berakhirnya kurun waktu Akhir Abad Pertengahan. Langgam Gothik antarbangsa adalah langgam seni rupa keningrat-ningratan yang menyebar ke hampir seluruh Eropa pada dasawarsa-dasawarsa sekitar tahun 1400. Langgam seni rupa ini menghasilkan sejumlah mahakarya semisal Très Riches Heures du Duc de Berry (Buku Ibadat Harian Teramat Mewah Milik Adipati Berry).[322] Di seluruh Eropa, karya-karya seni rupa sekuler terus mengalami peningkatan jumlah maupun mutu, dan pada abad ke-15, kaum saudagar di Italia dan Flandria menjadi pelindung-pelindung yang penting bagi seni rupa. Saudagar-saudagar ini memesan pembuatan potret-potret diri mereka dalam ukuran kecil yang dilukis dengan cat minyak, dan semakin lama semakin banyak memesan pembuatan barang-barang mewah seperti perhiasan, benian-benian gading, peti-peti cassone (peti-peti mewah berukuran besar), dan tembikar-tembikar mayolika. Barang-barang mewah ini juga mencakup gerabah Hispania-Moresko yang sebagian besar merupakan hasil karya pengrajin-pengrajin tembikar Mudéjar di Spanyol. Meskipun kerabat kerajaan mengoleksi banyak sekali wadah-wadah perlengkapan makan minum, hanya segelintir benda-benda semacam ini yang sintas sampai sekarang, salah satunya adalah Cawan Santa Agnes.[323] Pembuatan kain sutra dikembangkan di Italia sehingga gereja-gereja dan kalangan elit di Dunia Barat tidak perlu lagi bergantung pada sutra impor dari Romawi Timur maupun Dunia Islam. Di Prancis dan Flandria, kerajinan tenun tapestri, yang menghasilkan kumpulan-kumpulan tapestri secorak seperti seperangkat tapestri yang diberi nama La Dame à la licorne (Tuan Putri dan Kuda Bercula), menjadi industri besar dalam bidang pembuatan barang mewah.[324]
Penempatan patung-patung pahatan pada sisi luar gedung-gedung gereja berlanggam Gothik Perdana tergantikan oleh penempatan lebih banyak patung pahatan di dalamnya, manakala makam-makam dibuat semakin indah dan benda-benda lain di dalam gereja semisal mimbar dihiasi dengan ukiran berlimpah, contohnya mimbar gereja Santo Andreas karya Giovanni Pisano. Karya-karya seni penghias altar, baik yang berupa lukisan maupun relief ukiran, menjadi benda yang lumrah dilihat orang, lebih-lebih manakala kapel-kapel samping mulai ditambahkan pada gedung-gedung gereja. Lukisan-lukisan Belanda perdana karya seniman-seniman semisal Jan van Eyck (wafat 1441) dan Rogier van der Weyden (wafat 1464) menyaingi lukisan-lukisan buatan Italia, demikian pula naskah-naskah beriluminasi buatan kawasan utara Eropa yang mulai banyak dikoleksi oleh kalangan elit sekuler pada abad ke-15. Kalangan ini juga memesan pembuatan buku-buku bertema sekuler, teristimewa buku-buku sejarah. Semenjak sekitar tahun 1450, buku-buku cetak dengan cepat menjadi populer meskipun masih mahal harganya. Terdapat sekitar 30.000 edisi berbeda dari incunabula atau karya-karya tulis yang dicetak sebelum tahun 1500,[325] yakni pada masa ketika naskah-naskah beriluminasi hanya dipesan oleh kerabat kerajaan dan segelintir orang dari kalangan lain. Gambar-gambar cetak cukil kayu berukuran sangat kecil, yang hampir semua bertema keagamaan, dipasarkan dengan harga yang terjangkau sejak pertengahan abad ke-15, bahkan kaum tani di pelosok-pelosok utara Eropa sekalipun mampu membelinya. Gambar-gambar cetak gravir (cukil logam), yang lebih mahal harganya dan lebih beragam temanya, dipasarkan di kalangan-kalangan yang lebih mampu.[326]